konsep triage bencana

KONSEP TRIAGE BENCANA
MODEL MODEL TRIAGE BENCANA




DISUSUN OLEH :

KRISMONIKA ALFAJARIA


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izinNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konsep Triage Bencana dan Model Model Triage Bencana”, ini merupakan salah satu pokok bahasan dalam mata kuliah Keperawatan Bencana. Semoga dengan adanya makalah ini, dapat menambah pengetahuan dan bisa mengaplikasikannya.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama pada dosen pengampu.

Jakarta, 08 Oktober 2022


Kelompok 3






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………........ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Sistematika Penulisan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Anatomi Fisiologi 4
2.2 Pengertian 5
2.3 Etiologi 6
2.4 Manifestasi Klinis 7
2.5 Patofosiologi 8
2.6 Pemeriksaan Penunjang 8
2.7 Komplikasi 9
2.8 Penatalaksanaan 9
2.9 Diagnosa Keperawatan 10
2.10 Intervensi dan Rasional 11
BAB III PENUTUP 14
3.1 Simpulan 14
3.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang, konsep awal triage modern yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominiqu Jean Larrey (1766 – 1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah sistem perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut memberikan perawatan awal pada luka berada di medan perang kemudian tentara di antar ke rumah sakit yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan perang hingga perang usai baru diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triage. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif dilakukan pada pasien yang memerlukan. Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan dipusat pengumpulan korban yang secara langsung akan dibawa ketempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk perawtaan yang lebih baik. Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan dalam medan perang dalam perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang.
Penggunaan awal kata trier mengacu pada penampisan screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang yang memerlukan pertologan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai sistem triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring dengan kunjungan UGD yang telah melampaui sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih dan menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD, dan menetapkan prioritas penanganan.
Maka dari itu Triase atau traige pada penentuan proses seleksi korban untuk menentukan prioritas penanganan bedasarkan pada kriteria tertentu, sedang penanganan pra-rumah sakit adalah tahap penanganan yang dilakukan sebelum korban mencapai rumah sakit. Berbeda dnegan fase pra-rumah sakit yang mengutamakan tindakan resusitasi dan stabilisasi, pada fase rumah sakit juga direncanakan penanganan sampai tahap definitif. Ketiga proses tersebut, triase – penanganan pra-rumah sakit – penanganan intra rumah sakit, merupakan proses yang berurutan, sehingga memerlukan kesamaan konsep dan koordinasi yang baik dari para petugasnya. Sesuai dengan situasi yang dihadapi dan sumber daya yang tersedia, maka proses triase dapat dilakukan dalam beberapa metode, yang kesemuanya berdasar filosofi yang sama, yaitu memilih tindakan yang akan memberikan manfaat bagi kelompok terbesar korban. Walaupun demikian, setelah triase dilakukan, prinsip-prinsip penanganan korban sebagai individu tetap harus dijalankan. Penanganan pra-rumah sakit meliputi penanganan di tempat kejadian dan selama transportasi. Ditempat kejadian, pertolongan dimulai dari tindakan penyelamatan (rescue) dan evakuasi korban dari tempat kejadian, misalnya gedung yang runtuh, yang umumnya dilakukan oleh petugas penyelamat dan bukan oleh petugas medis. Setelah itu baru dilakukan proses triase oleh petugas medis, sebelum dilakukan tindakan lebih lanut. Jadi selain di rumah sakit, triase juga dilakukan ditempat kejadian, sehingga diperlukan kerja sama yang baik antara petugas penyelamat dan petugas medis.
Tujuan
Tujuan Umum 
Mampu melakukan simulasi terkait Triage Bencana dan Model Model Triage Bencana 
Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami  Konsep Triage Bencana dan Model Model Triage Bencana
Mahasiswa mampu melakukan tindakan Triage Bencana dan Model Model Triage Bencana





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Triage
Pengertian
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya. Triage adalah usaha pemilahan korban segera ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah suatu sistem pembagian atau klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringan nya kondisi klien atau kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunya batasan waktu untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu kurang dari 10 menit.
Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cidera atau penyakit untuk menentukan perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD (Pusponegoro, 2010).

Tujuan Triage
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa. Tujuan kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya, untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu:
Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat.

Fungsi Triage
Triage memiliki fungsi sebagai berikut: 
Menilai tanda-tanda dan kondisi vital dari korban. 
Menentukan kebutuhan media Menilai kemungkinan keselamatan terhadap korban. 
Menentukan prioritas penanganan korban. 
Memberikan pasien label warna sesuai dengan skala prioritas.

Prinsip Triage
Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat triase menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien diruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima pengobatan pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber daya medis (Bagus, 2007).
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit. 
Dapat mati dalam hitungan jam. 
Trauma ringan. 
Sudah meninggal.
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan:
Menilai tanda vital dan kondisi umum korban 
Menilai kebutuhan medis 
Menilai kemungkinan bertahan hidup 
Menilai bantuan yang memungkinkan 
Memprioritaskan penanganan definitive 
Tag Warna
Prinsip dalam Pelaksanaan Triage
Triage seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam kehidupan atau injury adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Intinya, ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
Melakukan intervensi berdasarkan keakuratan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostik dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pengobatan.
Tercapainya kepuasan pasien
Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien 
Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis. 
Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau temannya. 
(Making the Right Decision A Triage Curriculum, 1995: page 2-3)
Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan berdasarkan
Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
Dapat mati dalam hitungan jam
Trauma ringan
Sudah meninggal

Tipe Triage di Rumah Sakit
Tipe 1 : Petugas Jalan Raya/bukan perawat
Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama dan memilih antara status “mendesak” atau “tidak mendesak”. Tidak ada tes diagnostik permulaan yang diinstruksikan dan tidak ada evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan.
Hampir sebagian besar berdasarkan system triage 
Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah 
Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya 
Tidak ada dokumentasi 
Tidak menggunakan protocol
Tipe 2 : Cek Triage Cepat
Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan data subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu “gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan diarea perawatan tertentu atau diruang tunggu. Tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai dilakukan pengobatan.
Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat teregistrasi atau dokter 
Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama 
Evaluasi terbatas 
Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat perawatan pertama. 
Perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan data subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu “gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area perawatan tertentu atau di ruang tunggu.Tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai dilakukan pengobatan.
Tipe 3 : Comprehensive Triage
Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat dalam menjalankan peran triage. Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan diruang perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit.
Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
4 sampai 5 sistem kategori 
Sesuai protokol Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat dalam menjalankan peran triage.
Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer, 2004).

Klasifikasi dan Penentuan Prioritas
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan utama, riwayat medis dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus.  Menurut Komprehensive spesiality standard, ENA tahun 1999, penentuan triage didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembah dan psikososial selain pada faktor faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat sistem pelayanan kedaruratan. Hal hal yang harus dipertimbangkan mencangkup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya.
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
Gawat, adalah keadaan yang mengancam nyawa dan kecatatan yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat
Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC (Airways/jalan nafas, Breathing/pernafasan, Circulation/Sirkulasi), jika tidak ditolong segera dapat meninggal atau cacat (Wijaya, 2010).

Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi
Tabel. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI
KETERANGAN

Gawat darurat (P1)
Keadaan yang mengancam nyawa atau adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya : cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor dengan pendarahan hebat.

Gawat tidak darurat (P2)
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, setelah dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis, misalnya : pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sick le cell dan lainnya.

Darurat tidak gawat (P3)
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat diberikan langsung terapi definitif. Untuk tindak lanjut dapat ke poli klinik, misalnya : laserasi, fraktur minor atau tertutup, sistitis, otitis media dan lainnya.

Tidak gawat tidak darurat (P4)
Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan atau asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya



Tabel. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI
KETERANGAN

Prioritas I (Merah)
Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya : sumbatan jalan nafas, tension pneumothorax, syok hemorargik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat 2 dan 3 lebih besar dari 25%.

Prioritas II (Kuning)
Potensial mengancam nyawa dan fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh : patah tulang besar, combutio/luka bakar tingkat 2 dan 3 lebih kecil dari 25%, trauma thorax atau abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.

Prioritas III (Hijau)
Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir, contoh luka superfacial, luka luka ringan.

Prioritas 0 (Hitam)
Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah, hanya perlu terapi suportif. Contoh : henti jantung kritis, trauma kritis.


Tabel. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan
KEAKUTAN

Kelas I
Pemeriksaan fisik rutin (misalnya : memar minor) dapat menunggu lama tanpa bahaya.

Kelas II
Nonurgen/tidak mendesak (misalnya ruam, gejala flu); dapat menunggu lama tanpa bahaya.

Kelas III
Semi-urgen/semi mendesak (misalnya otitis media); dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan.

Kelas IV
Urgen/mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam.

Kelas V
Gawat darurat (misalnya : henti jantung, syok); tidak bleh ada keterlambatan pengobatan, situasi yang mengancan hidup


Proses Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk kepintu UGD. Perawat triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat ; misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak/gawatdarurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit atau lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakuratan dan lokasi pasien diarea pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop/diaporesis.
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tanda tanda objektif bahwa klien mengalami gangguan pada airway, breathing dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objekti dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer).

Alur dalam Proses Triage
Pasien datang di terima petugas/paramedis UGD
Di ruang triage dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat untuk menentukan derajad kegawatannya oleh perawat.
Bila jumlah penderita yanga ada lebih dari 50 orang, maka triage dapat dilakukan diluar ruang triage/depan UGD.
Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
Segera – Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera misalnya : tension pneumothorax, distress pernafasan (RR < 30x/menit), pendarahan internal, dsb.
Tunda – Delayed (kuning). Pasien memerlukan tindakan definitif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : pendarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan pendarahan terkontrol, luka bakar < 25% luas permukaan tubuh, dsb. 
Minimal (hijau). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
Expextant (hitam). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan meninggal meski mendapat pertolngan. Misalnya : Luka bakar derajad 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : Merah, Kuning, Hijau, Hitam.
Penderita atau korban kategori triage merah dapat langsung diberkan pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan keruangoperasi/dirujuk ke rumah sakit lain
Penderita dengan kategori triage kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triage merah selesai ditangani.
Penderita dengan kategori triage hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
Penderita kategori triage hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah. (Rowles, 2007).


Model Model Triage



























BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan
Saran
    

DAFTAR PUSTAKA

Comments

Popular posts from this blog

Makalah triage, makalah gawat darurat, makalah keperawatan, makalah, triage, makalah triage komplit, makalah terbaru

ASUHAN KEPERAWATAN PADA WANITA DALAM MASA CHILDBEARING (HAMIL, MELAHIRKAN, DAN SETELAH MELAHIRKAN) BAYINYA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER