Makalah triage, makalah gawat darurat, makalah keperawatan, makalah, triage, makalah triage komplit, makalah terbaru
TRIAGE PADA GAWAT DARURAT
DI SUSUN OLEH
KRISMONIKA ALFAJARIA
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya-lah saya berhasil
menyelesaikan menyusun makalah ini. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada
Bp. Tommy Wowor S.Kep, MM selaku pengampu mata kuliah Gawat Darurat dan teman
kelas B.
Makalah ini semoga
bsia menjadi referensi bagi mahasiswa lain untuk belajar tentang Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Semoga makalah ini dapat
dipergunakan dan membantu mahasiswa dalam memperluas wawasan dan memperdalam
pengetahuannya.
Penyusun menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik dari segi
bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapai suatu kesempurnaan
dalam makalah kami. Atas bantuan pembaca yang telah memberikan kritik dan saran
, kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta,10 Oktober 2021
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Triage
Penggunaan istilah triage
ini sudah lama berkembang. Konsep awal triase modern yang berkembang
meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey
(1766-1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan
dan melaksanakan sebuah sistem perawatan dalam kondisi yang paling mendesak
pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem
tersebut memberikan perawatanawal pada luka ketika berada di medan perang
kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi
di garis belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang
terluka tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian
diberikan perawatan. Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi
lanjutan bagi filosofi triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup
melalui tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih
memerlukan.
Kini istilah tersebut
lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan
terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hampir 100
juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap
tahunnya. berbagai sistem triase mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an
seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang
ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau
menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.
Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yangmemungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya. (Pusponegoro, 2010).
B.
Tujuan penulisan
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah mahasiswa
mampu mengetahui konsep dasar triase
2.
tujuan khusus dari makalah ini adalah untuk mengetahui:
a.
Mahasiswa mampu mengetahui
maksud dari triase
b. Mahasiswa
mampu memahami tujuan triase
c. Mahasiswa
mampu mengetahui system triase
d. Mahasiswa
mampu mengetahui prinsip triase
e. Mahasiswa
mampu mengetahui keterampilan dalam
triase
f.
Mahasiswa mampu mengetahui
klasifikasi triase
g. Mahasiswa
mampu membedakan jenis jenis triase
h. Mahasiswa
mampu mengetahui tingkat kategori triase
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Triase
Triase
adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkatan
kegawatan kondisinya. Triase juga diartikan sebagai suatu Tindakan
pengelompokan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang diprioritaskan
ada tidaknya gangguan pada airway (A), breathing (B), circulation
(C) dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia dan probabilitas hidup
penderita (Mardalena, 2016).
B. Tujuan Triase
Tujuan triase menurut (Irman, dkk, 2020) antara lain:
1. Mengidentifikasi
kondisi pasien
2. Menetapkan
tingkat kegawatan pasien
3. Menetapkan
prioritas tindakan
4. Menempatkan
pasien pada lokasi penanganan sesuai kondisi pasien
5. Mendapatkan
data yang lengkap
6. Melakukan
Tindakan penangana dengan tepat, cepat dan cermat
C. Sistem Triase
Sistem triase digunakan untuk pasien
yang benar-benar membutuhkan pertolongan pertama, yakni pasien yang apabila
tidak mendapatkan triase segera, dapat menimbulkan trauma. Berikut empat sistem
triase yang sering digunakan (Mardalena, 2016):
1. Spot
Check
Spot check adalah sistem yang digunakan untuk mengklasifikasi dan mengkaji pasien dalam waktu dua sampai tiga menit.
2. Triase
Komprehensif
Sistem
triase komprehensif adalah standar dasar yang telah didukung oleh Emergency
Nurse Association (ENA). Sistem ini menekankan penanganan dengan konsep ABC
(Airway control, Breathing support, Circulation support) ketika
menghadapi pasien gawat darurat. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, triage komprehensif menekankan pada konsep ABC, A (airway
control: jalan nafas), B(breathing support: pernapasan), dan C (circulation
support: sirkulasi). Sebenarnya ada tiga elemen lain selain ABC, yaitu disability
of neurity (D), expose (E), full-set of vital
sign (F). Namun
demikian, penanganan yang sering digunakan dilapangan
adalah penangan ABC.
3. Triage
Two-tier
Triase
two-tier merupakan Tindakan pertolongan pasien yang melibatkan dua orang
petugas, untuk dilakukan pengkajian lebih rinci. Selain triage two-tier,
ada juga triage bedside. Pasien yang dating langsung ditangani oleh
perawat tanpa menunggu petugas perawat lainnya,
4. Triage
Expended
Perawat
melakukan pertolongan pertama dengan bidai, kompres, atau rawat luka.
Penanganan ini disertai dengan pemeriksaan diagnostik dan pemberian obat.
D. Prinsip Triase
Prinsip triase menurut (Irman, dkk, 2020) antara lain:
1. Triase
harus dilakukan segera dan tepat waktu
2. Pengkajian
triase harus adekuat, komprehensif dan akurat
3. Ketepatan
dan akurasi menjadi kunci dalam proses triase
4. Keputusan
triase didasarkan pada temuan pengkajian
5. Kemampuan
berespon dengan cepat, tepat dan teliti memungkinkan dapat
menyelamatkan nyawa pasien
6. Informasi
yang akurat dan adekuat mengefektifkan perawatan
7. Tindakan
pertolongan berdasarkan keakutan, keluhan serta temuan klinis
8. Perawat
harus bertanggung jawab pada proses triase
9. Meningkatkan
kepuasan pasien
10. Pasien
ditempatkan pada area perawatan yang benar dengan sarana pelayanan yang
menunjang
11. Penggunaan
sumber daya yang efisien
12. Dokumentasi
yang benar
E. Keterampilan Dalam Penilaian Triase
Menurut
(Oman, 2008) penilaian triase terdiri dari :
1. Primary survey prioritas (ABC) untuk menghasilkan
prioritas I dan
seterusnya.
2. Secondary survey pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe)
untuk
menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan selanjutnya..
3. Monitoring
korban akan kemungkinan terjadinya perubahan perubahan pada (A,B,C) derajat kesadaran dan tanda vital
lainnya. Perubahan
prioritas karena perubahan kondisi korban. Dalam
menangani pasien di IGD, perawat harus melaksanakan triase sesuai dengan protap
pelayanan triase agar penanganan pasien tidak terlalu
lama.
F. Klasifikasi Triase
Penggolongan
atau sistem klasifiksi triage dibagi menjadi beberapa level perawatan. Level
keperawatan didasarkan pada tingkat prioritas, tingkat
keakutan, dan klasifikasi triage (Mardalena, 2016).
Berikut kelima klasifikasi
secara lengkap:
1.
Klasifikasi Kegawatan
Triase
Klasifikasi triase menjadi tiga prioritas. Ketiga prioritas tersebut adalah emergency, urgent dan nonurgent. Pertimbangan yang dilakukan didasarkan pada keadaan fisik, psikososial, dan tumbuh kembang. Termasuk, mencakup segala bentuk gejala ringan, gejala berulang, atau gejala peningkatan. Berikut klasifikasi pasien dalam sistem triase.
a. Gawat
Darurat (Prioritas 1: P1)
Gawat darurat merupakan keadaan yang
mengancam nyawa,dimana pasien membutuhkan tindakan segera. Jika tidak
diberi tindakan pasien akan mengalami kecacatan. Kemungkinan
paling fatal, dapat menyebabkan kematian (Wijaya, 2010). Kondisi
gawat darurat dapat disebabkan adanya gangguan ABC dan/ atau mengalami beberapa gangguan lainnya.
Gangguan ABC
meliputi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
Adapun kondisi gawat darurat yang dapat berdampak fatal, seperti
gangguan cardiacarrest, trauma mayor dengan pendarahan, dan
mengalami penurunan kesadaran.
b.
Gawat
Tidak Darurat (Prioritas 2: P2)
Klasifikasi yang kedua, kondisi gawat
tidak darurat. Pasien yang memiliki penyakit yang mangancam nyawa, namun
keadaannya tidak memerlukan tindakan gawat darurat dikategorikan
di prioritas dua. Penanganan ini bisa dilakukan dengan tindakan
resusitasi.
Selanjutnya, tindakan dapat diteruskan dengan
memberikan rekomendasi ke dokter spesialis sesuai penyakitnya. Pasien yang termasuk di kelompok P2 antara lain
penderita
kanker tahap lanjut. Misalnya kanker serviks, sickle
cell, dan banyak lagi, dan banyak penyakit yang sifatnya mengancam
nyawa namun masih ada waktu penanganan.
c.
Darurat
Tidak Gawat (Prioritas 3: P3)
Ada situasi dimana pasien mengaami kondisi
seperti P1 dan P2.
Namun, ada kondisi pasien darurat tidak gawat. P3
memilki penyakit yang tidak mengancam nyawa, namun memerlukan tindakan
darurat. Jika pasien P3 dalam kondisi sadar dan tidak
mengalami gangguan ABC, maka pasien dapat
ditindaklanjuti ke poliklinik. Pasien dapat
diberi terapi definitif, laserasi, otitis media,
fraktur minor atau tertutup,dan sejenisnya.
d. Tidak Gawat Tidak Darurat (Prioritas 4:
P4)
Klasifikasi triase ini adalah yang paling ringan di antara triase lainnya. Pasien yang masuk ke kategori P4 tidak memerlukan tindakan gawat darurat. Penyakit P4 adalah penyakit ringan. Misalnya, penyakit panu,flu,batuk pilek, dan gangguan seperti demam ringan.
2.
Klasifikasi Tingkat
Prioritas
Klasifikasi triase dari tingkat keutamaan
atau prioritas, dibagi
menjadi empat kategori warna.
a.
Warna Merah
Warna merah digunakan untuk menandai
pasien yang harus segera ditangani atau tingkat prioritas pertama.
Warna merah menandakan bahwa pasien dalam keadaan mengancan jiwa
yang menyerang bagian vital. Pasien dengan triase merah memerlukan tindakan bedah dan resusitasi sebagai langkah awal
sebelum dilakukan tindakan lanjut, seperti operasi atau
pembedahan. Pasien bertanda merah, jika tidak segera ditangani bisa
menyebabkan pasien kehilangan nyawanya.
b. Warna
Kuning
Pasien
yang diberi tanda kuning juga berbahaya dan harus segera ditangani. Hanya saja, tanda kuning menjadi
tingkat prioritas kedua setelah tanda merah. Dampak jika tidak segera
ditangani, akan mengancam fungsi vital organ tibuh bahkan
mengancam nyawanya.
c. Warna
Hijau
Warna
hijau merupakan tingkat prioritas ketiga. Warna hijau mengisyaratkan bahwa pasien hanya perlu penanganan
dan pelayanan biasa. Dalam artian, pasien tidak dalam
kodisi gawat
darurat dan tidak dalam kondisi terancan nyawanya.
Pasien yang diberi prioritas warna hijau menandakan nahwa pasien
hanya mengalami luka ringan atau sakit ringan, misalnya
luka supervisial.
d.
Warna Hitam
Warna hitam digunakan untuk pasien yang
memiliki kemungkinan hidup sangat kecil. Biasanya, pasien yang mengalami
luka atau penyakit parah akan diberikan tanda hitam. Tanda
hitam juga digunakan untuk pasien yang belum ditemukan cara menyembuhkannya. Salah satu hal yang dapat dilakukan
untuk memperpanjang nyawa pasien adalah dengan terapi
suportif. Warna hitam juga diberikan kepada pasien yang tidak
bernapas
setelah dilakukan intervensi live saving.
3. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat
Kedaruratan Triase
Klasifikasi berdasarkan tingkat
kedaruratan triase memiliki arti penting sebagai proses mengkomunikasikan
kegawatdaruratan di IGD. Perawat melakukan kajian dan mengumpulkan data
secara akurat dan konsisten. Ada dua cara yang biasa
dilakukan. Pertama,
secara validitas. Validitas merupakan tingkat akurasi
sistem kedaruratan. Validitas dilakukan untuk mengetahui
tingkatan triase dan membedakan tingkat kedaruratan sesuai standard.
Kedua,
reliabilitas, perawat yang menangani pasien sama dan
menentukan tingakat kedaruratan yang sama pula. Kedua cara
tersebut sering digunakan untuk menganalisi dan menentukan kebijakan
untuk pasien yang dirawat di IGD.
4. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keakutan
a. Kelas I
Kelas I meliputi pasien yang masih mampu
menunggu lama tanpa menyebabkan bahaya dan tidak mengancam nyawa. Misalnya, pasien mengalami memar minor.
b.
Kelas II
Pasien termasuk kelas dua adalah penyakit
ringan, yang tidak membahayakan diri pasien. Misalnya flu, demam biasa,
atau sakit gigi.
c. Kelas III
Pasien yang berada dikelas III, pasien
berada dalam kondisi semi mendesak. Pasien tidak mampu menunggu lebih
lama. Pasien hanya mampu menunggu kurang lebih selama dua
jam
sebelum pengobatan. Misalnya pasien yang mengalami
otitis media.
d. Kelas IV
Adapun pasien yang tidak mampu menahan
kurang dari dua jam dikategorikan pasien kelas IV. Pasien hanya mampu bertahan selama pengobatan, sebelum ditindaklanjuti.
Pasien
kelas IV ini termasuk urgen dan mendasar. Misalnya,
pasien penderita asma, fraktur panggul, laserasi berat.
e. Kelas V
Pasien yang berada di kelas V adalah gawat darurat. Apabila pasien diobati terlambat, dapat menyebabkan kematian, yang termasuk kelas V adalah syok, henti jantung dan gagal jantung.
5.
Klasifikasi Berdasarkan
Lokasi Kejadian
a.
Triase Pre-Hospital
Triase
pre-hospital atau pra rumah sakit merupakan Tindakan penyelamatan pasien
yang telah mengalami gangguan medical ataupun trauma. Triase pre hospital
menurut (Irman, dkk, 2020), sangat penting untuk pasien karena setidaknya
pasien memiliki kesempatan mempereoleh perawatan dan fasilitas medis terdekat. Triage
pre-hospital sering terlihat pada kejadian bencana atau musibah massal.
Triase ini dilakukan dengan tujuan penyelamatan korban sebanyak mungkin dengan
sumber daya yang terbatas. Triase yang sering digunakan pada situasi ini
yaitu Metode Simple Triage and Rapid
Treatment (START). Metode START
digunakan oleh penolong pertama yang bertugas memilah pasien pada korban
bencana dalam waktu < 30 detik dengan melakukan pemeriksaan primer yaitu:
Respirasi, Perfusi (mengecek nadi radialis) dan status mental. Tugas utama
penolong yaitu memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah serta
memprioritaskan berdasrkan berat ringannya trauma/cedera, selanjutnya pasien
diberi label agar mudah dikenali oleh penolong lain saat tiba di lokasi
bencana.
b.
Triase In-Hospital
Menurut
(Irman, dkk, 2020) ada 3 tipe umum dalam system triage in hospital :
1)
Traffic Director atau
Non-Nurse
Traffic
Director ini dilakukan oleh petugas yang tidak
berijazah, petugas triase melakukan pengkajian minimal dan terbatas pada keluhan
utama melalui pendataan visual, tidak ada dokumentasi, tidak menggunakan
protoko, tidak terdapat standar operasional prosedur baku yang dijadikan
intervensi oleh petugas.
2)
Spot Check Triage
Spot
Check Triage dilakukan oleh petugas professional
seperti perawat atau dokter. Pengkajian dilakukan secara cepat termasuk riwayat
kesehatan juga dikaji, terutama yang berhubungan dengan keluhan utama. Evaluasi
yang dilakukan terbatas dan bertujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih
serius atau cedera mendapat perawatana wal.
3)
Comprehensive Triage
Comprenhesive Triage dilakukan oleh petugas atau perawat atau dengan Pendidikan yang sesuai dan berpengalama, sudah memiliki standarisasi kemampuan dan pelatihan yang cukup, kategori prioritas dan protokol standar tertulis dengan lengkap untuk proses termasuk tes diagnostik.
G. Jenis-jenis Triase
Menurut (Addiarto, W. dan Wahyusari, S., 2018) yang
terdiri dari:
1. Triase
di tempat (triase satu)
Merupakan
pemilihan korban bencana yang dilakukan di tempat korban ditemukan atau pada
tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau tenaga
Kesehatan gawat darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi,
pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2. Triase
medis (triase dua)
Triase
ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oelh tenaga medis yang
berpengalaman (sebaiknya dipilih dari perawat atau dokter yang dengan pelatihan
PPGD). Tujuan triase medis adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan
oleh korban.
3. Triase
evakuasi (triase tiga)
Merupakan triase yang dilakukan tenaga kesehatan di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi korban, yang mana akan membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
H. Kategori Tingkat Triase
Kategori tingkat triase menurut (Irman, dkk, 2020)
antara lain:
1. Triase
dua tingkat
Dalam sistem triase
dua tingkat, pasien dikategorikan sakit atau tidak sakit. Pasien sakit
memerlukan perawatan darurat dengan kondisi yang membahayakan nyawa, tubuh, dan
organ sedangkan pasien yang tidak sakit, tidak menunjukkan tanda-tanda yang
serius, bisa menunggu jika perawatan sedikit tertunda.
2. Triase
tiga tingkat
Pada skala ini ada
penambahan level yaitu tingkat 1 yang berarti gawat darurat tertinggi dari
tingkat 5 untuk pasien dengan kondisi yang ringan. ACEP dan ENA merekomendasika
sistem triase ini, seperti pada:
a. Canadian
Triage and Aculty Scale (CTAS) merupakan sistem
tingkatan triase yang diadopsi dari Kanada. Sekelompok dokter dan perawat di
Kanada mengembangkan skala akuitas dan triase 5 tingkat. Setiap tingkat triase
mewakili beberapa keluhan dari pasien.. Triase yang dilakukan oleh perawatn
harus berdadarkan ilmu dan pengalaman tentang proses pemilihan pasien
berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya. Dalam melaksanakan proses triase,
perawat mengambil keputusan tentang: seberapa lama pasien dapat menunggu
tindakan sebelum perawat melakukan pengkajian secara komprehensif dan seberapa
lama pasienn dapat menunggu untuk selanjutnya dapat diperiksa dokter yang
merawatnya.
b. Emergency
Severity Index (ESI)
Sistem tingkatan
triase yang diadopsi dari Amerika Serikat. Sistem ini mewajibkan perawat
memiliki sertifikat atau pernah mengikuti pelatihan triase. Pasien dikategorika
dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai kondisi pasien ketersediaan sumber daya rumah
sakit. ESI tidak mempertimbangkan diagnosis pada penentuan kategori dan tidak
ada batas waktu kapan dokter menemui pasien.
c. Australian
Triage Scale (ATS)
Sistem tingkatan
triase yang diadopsi dari Australia. Skala triase ini banyak digunakan di IGD
rumah sakit Australis. Perhitungan waktu dimulai sejak pasien tiba pertama kali
tiba di IGD, pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan hanya jika perawat
mengambil keputusan tingkat kedaruratan triase. Selain itu, proses triase
meliputi pemeriksaan kondisi kegawatandaruratan secara menyeluruh.
d. Manchester
Triage System (MTS)
Sistem tingkatan triase yang diadopsi dari Inggris. Sistem ini pada tiap tingkatannya diberi nama, nomor dan warna sebagai pedoman perawat dalam memberikan perawatn kepada pasien. Perawat menanyakan kepada pasien dan jawaban dari pasien menunjukan tingkat kegawatdaruratan pasien.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
System triage ini digunakan untuk
menentukan prioritas penanganan kegawatdaruratan sehingga perawat dapat cepat ,
tepat dan maksimal memberikan pertolongan pada pasien yang paling prioritas
yaitu pasien yang sangat mengancam jiwanya.
Tujuan utama adalah untuk
mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah
untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan
kedaruratan.
Sistem triage dikenal dengan system kode 4 warna
yang diterima
secara internasional. Merah menunjukan perioris
tinggi perawatan atau pemindahan, Kuning menandakam perioritas sedang, hijau
digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau pasien
menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji dan menggolongkan pasien
dalam waktu 2 – 3 menit.
B. Saran
Setelah mempelajari Perkembangan Triage modern yang salah satunyaTriage Emergency severity Indexs (ESI) dalam system pelayanan kegawatdaruratan, diharapkan dapat mengambil manfaat untuk bahan pembelajaran penulis dan pembaca. Kurang lebihnya kami meminta kritik serta saran yangmembangun untuk memperbaiki karya tulis ilmiah kami
DAFTAR
PUSTAKA
Addiarto, W. dan Wahyusari, S. 2018. Strategi Terkini Simulasi Bencana dengan Media Tabletop Disaster Exercise (TDE). Unidha Press. Malang.
Irman, Ode, Yosefina Nelista, dan Yosephina M.H. Keytimu. 2020. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sindrom Koroner Akut. Pasuruan. Qiara Medis.
Mardalena, ida. 2016. Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat. Yogyakarta. Pustaka
Baru Press.
Oman,
Chathleen Jane, Koziol M & linda J.S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan
Emergensi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Comments
Post a Comment